Gambar 1. Kritik Sastra |
A. Pengertian Kritik Sastra
Istilah ”kritik” (sastra) berasal dari bahasa Yunani yaitu krites yang berarti ”hakim”. Krites sendiri berasal dari krinein ”menghakimi”; kriterion yang berarti ”dasar penghakiman” dan kritikos berarti ”hakim kasustraan”. Kritik sastra dapat diartikan sebagai salah satu objek studi sastra (cabang ilmu sastra) yang melakukan analisis, penafsiran, dan penilaian terhadap teks sastra sebagai karya seni. Abrams dalam (Harjito, 2005:57) mendeskripsikan bahwa kritik sastra merupakan cabang ilmu yang berurusan dengan perumusan, klasifikasi, penerangan, dan penilaian karya sastra.
Pengertian kritik sastra di atas tidaklah mutlak ketetapannya, karena sampai saat ini belum ada kesepakatan secara universal tentang pengertian sastra. Namun, pada dasarnya kritik sastra merupakan kegiatan atau perbuatan mencari serta menentukan nilai hakiki karya sastra lewat pemahaman dan penafsiran sistematik yang dinyatakan kritikus dalam bentuk tertulis.
Ilmu Sastra terdri dari: (1) Teori Sastra; (2) Sejarah Sastra; dan (3) Kritik Sasra.
Ketiganya
memiliki hubungan yang erat dan saling mengait. Sebagaimana teori sastra yang
sudah pasti membutuhkan kerja sama dengan sejarah sastra. Sejarah satra yang
tidak bisa dipisahkan dari teori dan kritik sastra, begitu juga dengan kritik
sastra yang membutuhkan adanya teori dan sejarah sastra.
Apabila
diperhatikan hal di atas, maka akan diperoleh sebuah kesimpulan bahwa sebuah
karya sastra tidak akan mampu dipahami, dihayati, ditafsirkan, dan dinilai
secara sempurna tanpa adanya intervensi dari ketiga bidang ilmu sastra tersebut.
Sebuah teori sastra tidak akan pernah sempurna jika tidak dibantu oleh sejarah
dan kritik sastra; begitu juga dengan sejarah sastra yang tidak dapat
dipaparkan, jika teori dan kritik sastra tidak jelas; dan kritik sastra tidak
akan mencapai sasaran, apabila teori dan sejarah sastra tidak dijadikan
tumpuan.
Analisis
merupakan hal yang sangat penting dalam kritik sastra. Sebagaimana Jassin dalam
Pengkajian Sastra menjelaskan bahwa kritik sastra ialah baik buruknya suatu
hasil kasustraan dengan memberi alasan-alasan mengenai isi dan bentuknya.
Dengan demikian, kritik sastra adalah kegiatan penilaian yang ditunjukkan pada karya
sastra atau teks. Namun, melihat kenyataan bahwa setiap karya sastra adalah
hasil karya yang diciptakan pengarang, maka kritik sastra mencakup masalah
hubungan sastra dengan kemanusiaan. Namun, sasaran utama kritik sastra adalah
karya sastra atau teks tersebut dan makna bagi krtikus tersebut, bukan pada
pengarangnya. Seorang kritikus sastra mengungkapkan pesan dalam satu bentuk
verbal dengan bentuk verbal yang lain, mencoba menemukan pengalaman estetis
persepsi tentang realitas yang hendak disampaikan oleh pengarang. Pengamatannya
terhadap cara penggunaan bahasa, terhadap kode-kode bahasa yang digunakan.
Dalam
hal ini, tampak adanya hubungan antara liguistik dengan kritik sastra. Dimana
bagi seorang linguistik, kode itu sendiri dan cara kode dibangun di dalam teks
yang menjadi perhatian utamanya. Baginya makna itu penting jika dapat
menjelaskan bagaimana kode-kode itu dibentuk.
Panuti
Sudjiman (1993) mendeskripsikan bahwa stilistika yang merupakan bagian dari
linguistik, memusatkan perhatiannya pada variasi penggunaan bahasa, terutama
bahasa dalam kesusastraan, memiliki peran penting karena stilistika dianggap
menjembatani kritik sastra di satu pihak dan linguistik dipihak lain.
Hubungan
tersebut tercipta karena:
Ia
menambahkan bahwa hubugan kritik sastra dengan analisis stilistika bukan
berarti berperpretensi menggantikan kritik sastra. Justru sebaliknya, kritik
sastra tidak berpretensi menggantikan kritik sastra serta membuka jalan untuk
kritik sastra yang efektif. Pengkajian stilistik tidak bermaksud mematikan intuisi
karya sastra. Analisis stilistik justru berusaha menggantikan subjektivitas dan
inpresionisme yang digunakan oleh kritikus sastra sebagai pedoman dalam
mengkaji karya sastra dengan suatu pengkajian yang relatif lebih obyektif dan
ilmiah.
Jelaslah,
bahwa stilistika berupaya menujukkan bagaimana unsur-unsur suatu teks
berkombinasi membentuk suatu pesan dan menemukan ciri yang benar-benar
memberikan efek tertentu kepada pembaca (pendengar), tidak sekedar menghitung
frekuensi penggunaan sarana-sarana stilistik dalam suatu karya sastra.
Dari pengertian kritik sastra di atas, terkandung secara jelas aktivitas kritik sastra. Secara rinci. Aktivitas kritik sastra mencakup 3 (tiga) hal, yaitu; (1) menganalisis; (2) menafsirkan, dan (3) menilai.
1. Analisis adalah menguraikan unsur-unsur yang membangun karya sastra dan menarik hubungan antar unsur-unsur tersebut.
2. Menafsirkan
(interpretasi) dapat
diartikan sebagai memperjelas atau memperjernih maksud karya sastra dengan cara:
Seorang kritikus yang baik tidak lantas terpukau terhadap apa yang sedang dinikmati atau dihayatinya, tetapi dengan kemampuan rasionalnya seorang kritikus harus mampu membuat penafsiran-penfsiran sehingga karya sastra itu datang secara utuh.
Jan
Van Luxmburk dkk. dalam Pengkajian Sastra (2005: 58-59) membedakan enam jenis
pokok penafsiran sebagaimana berikut:
Pendekatan
yang berkiblat pada pembaca disebut estetika-represif. Jika teks yang
brsangkutan tidak untuk atau mempunyai versi yang berbeda, trlebih dahulu hrus
dilakukan penafsiran filologis.
3. Penilaian dapat diartikan menunjukkan nilai karya sastra dengan bertitik tolak dari analisis dan penafsiran yang telah dilakukan. Dalam hal ini, penilaian seorang kritikus sangat bergantung pada aliran-aliran, jenis-jenis, dan dasar-dasar kritik sastra yang dianut, dipakai, atau dipahami seorang kritikus.
C. Fungsi Kritik Sastra
Dalam mengkritik karya sastra, seorang kitikus tidaklah bertindak semaunya. Ia harus melalui proses penghayatan keindahan sebagaimana pengarang dalam melahirkan karya sastra. Karena kritik sastra sebagai kegiatan ilmiah yang mengikat kita pada asas-asas keilmuan yang ditandai oleh adanya kerangka, teori, wawasan, konsep, metode analisis dan objek empiris. Setidaknya, ada beberapa manfaat kritik sastra yang perlu untuk kita ketahui, sebagaimana berikut:
1. Kritik sastra
berfungsi bagi perkembangan sastra
Dalam mengkritik, seorang kritikus akan menunjukkan hal-hal yang bernilai atau tidak bernilai dari suatu karya sastra. Kritikus bisa jadi akan menunjukkan hal-hal yang baru dalam karya sastra, hal-hal apa saja yang belum digarap oleh sastrawan. Dengan demikian, sastrawan dapat belajar dari kritik sastra untuk lebih meningkatkan kecakapannya dan memperluas cakrawala kreativitas, corak, dan kualitas karya sastranya. Jika sastrawan-sastrawan mampu menghasilkan karya-karya yang baru, kreatif, dan berbobot, maka perkembangan sastra negara tersebut juga akan meningkat pesat, baik secara kualitas maupun kuantitas. Dengan kata lain, kritik yang dilakukan kritikus akan meningkatkan kualitas dan kreativitas sastrawan, dan pada akhirnya akan meningkatkan perkembangan sastra itu sendiri.
2. Kritik sastra
berfungsi untuk penerangan bagi penikmat sastra
Dalam melakukan kritik, kritikus akan memberikan ulasan, komentar, menafsirkan kerumitan-kerumitan, kegelapan-kegelapan makna dalam karya sastra yang dikritik. Dengan demikian, pembaca awam akan mudah memahami karya sastra yang dikritik oleh kritikus. Di sisi lain, ketika masyarakat sudah terbiasa dengan apresiasi sastra, maka daya apresiasi masyarakat terhadap karya sastra akan semakin baik. Masyarakat dapat memilih karya sastra yang bermutu tinggi (karya sastra yang berisi nilai-nilai kehidupan, memperhalus moral, mempertajam pikiran, kemanusiaan, kebenaran dll).
3. Kritik sastra
berfungsi bagi ilmu sastra itu sendiri
Analisis yang dilakukan kritikus dalam mengkritik harus didasarkan pada referensi-referensi dan teori-teori yang akurat. Tidak jarang pula, perkembangan teori sastra lebih lambat dibandingkan dengan kemajuan proses kreatif pengarang. Untuk itu, dalam melakukan kritik, kritikus seringkali harus meramu teori-teori baru. Teori-teori sastra baru yang seperti inilah yang justru akan mengembangkan ilmu sastra itu sendiri, dimana seorang pengarang akan dapat belajar melalui kritik sastra dalam memperluas pandangannya, sehingga akan berdampak pada meningkatnya kualitas karya sastra.
Fungsi
kritik sastra di atas akan menjadi kenyataan karena adanya tanggung jawab
antara kritikus dan sastrawan serta tanggungjawab mereka dalam memanfaatkan
kritik sastra tersebut.
Dengan
demikian, tidak perlu diragukan bahwa adanya kritik yang kuat serta jujur di
medan sastra akan membawa pada meningkatnya kualitas karya sastra. Karena
sastrawan akan memiliki perhitungan sebelum akhirnya dipublikasikannya karya
sastra tersebut. Oleh sebab itu, ketiadaaan kritik pada medan sastra akan
membawa pada munculnya karya-karya sastra yang picisan.
Raminah Baribin (1993) menambahkan, bahwasanya tidak semua kritik sastra dapat menjelaskan fungsinya, oleh sebab itu kritik sastra harus memiliki tanggung jawab atas tugasnya serta mampu membuktikan bahwa dengan adanya kritik yang dilakukan oleh kritikus mampu memberikan sumbangan yang berharga terhadap pembinaan dan pengembangan sastra.
Karenanya
kritik sastra berfungsi apabila;
DAFTAR PUSTAKA
Baribin,
Raminah. 1993. Kritik dan Penilaian. Semarang: IKIP Semarang Press.
Harjito.
2007. Melek Sastra. Semarang: IKIP PGRI Semarang Press
Sudjiman,
Panuti. 1993. Bunga Rampai Stilistika. Jakarta: Pustaka Utama